Tuesday, May 31, 2011

LIE FUI LIONG: TENTANG DHAMMA DAN KEHIDUPAN

Setiap teman adalah perpanjangan diriku. Setiap teman membentuk siapa aku

dunniggahassa lahuno yatthakámanipátino
cittassa damatho sádhu cittam dantam sukhávaham


Setiap teman adalah perpanjangan diriku. Setiap teman membentuk siapa aku.
1. Betapa aku berterimakasih kepada semua teman-teman,
yang menyayangi aku, mencintai aku, dan memberi kehangatan sebuah persahabatan.

2. Betapa aku berterimakasih kepada teman-teman,
yang membuat aku merasa cantik, serasa di puncak dunia.

3. Betapa aku berterimakasih kepada teman-teman ,
yang telah memberi pengetahuan dan membantu aku menghadapi dunia dengan rasa aman.

4. Betapa aku berterimakasih kepada teman-teman ,
yang meninggalkan aku, dan memberi pengalaman bagi bagaimana rasanya kehilangan dan kesepian.

5 Betapa aku berterimakasih kepada teman-teman ,
yang menipu aku dan memberi aku pengalaman akan sakitnya kemarahan dan kebencian.

6. Betapa aku berterimakasih kepada teman-teman ,
yang meninggalkan aku demi teman yang baru dan memberi aku pengalaman akan rasa cemburu.

7.  Betapa aku berterimakasih kepada teman-teman ,
yang merendahkan aku dan menunjukkan kelemahanku, serta memberi pengalaman sakitnya dilecehkan.

8. Betapa aku berterimakasih kepada SEMUA teman-teman itu,
yang membuat aku menyadari bahwa ternyata pikiranku dikuasai oleh orang lain dan tidak ada aku kuasai sendiri?

Suatu hari aku duduk di sudut kamar, berpikir dan merenung, melihat ke sana ke sini, dan tiba-tiba terlihat:
 sebuah buku tentang Buddha!

Betapa aku berterimakasih kepada Buddha yang telah mengajariku Kasih Sayang.

Temanku yang baik, lenyapkan benih perasaan yang menguasai pikiranmu.

Berusahalah melenyapkan benih kebencian.

Berusahalah melenyapkan benih kemarahan.

Berusahalah melenyapkan benih kecemburuan.

Berusahalah melenyapkan benih keserakahan.

Berusahalah melenyapkan benih kemalasan.

Berusahalah melenyapkan benih kemelekatan.

Perasaan-perasaan ini amat berbahaya bagi batinmu...

Ubahlah batinmu, temanku!

Dhamma akan mengajarimu, untuk mengubah batinmu sendiri!


Sukar dikendalikan pikiran yang binal dan senang mengembara sesuka hatinya.
Adalah baik untuk mengendalikan pikiran,
suatu pengendalian pikiran yang baik akan membawa kebahagiaan
.

(Dhammapada 35)

Jangan Tutup Kebenaran dengan Debu yang Membutakan

Kebenaran….. kata ini selalu diucapkan oleh sebagian para intelektual dari berbagai bidang studi.
apakah humaniora, sosial, budaya, agama, hukum, politik sampai ke bidang perdukunan.
tidak dapat dihindarkan lagi kita sebagai manusia harus berpikir dan senantiasa menggunakan etika yang baik untuk menemukan suatu kebenaran.
kebenaran bagi saya berada didalam ranah nisbi namun bukan tanah yang terlarang untuk dipikirkan bahkan digugat.
apakah kebenaran ada atau tidak??
saya rasa bukan pada eksistensi dari kebenaran tersebut tetapi bagaimana kita mencari kebenaran tersebut hingga kita menemukan identitas diri yang dikatakan sejati menurut filsuf, dan abadi menurut agama.
kenisbian dari makna kebenaran tersebut membuat banyak korban dari kalangan bawah hingga kalangan profesor atau intelektual.
kebenaran bisa memicu konflik baik intternal dan eksternal.
seperti yang terjadi pada saat ini dinegeri kita tercinta, banyak kasus yang dipolitisr dan disembunyikan seperti upil dibalik hidung bahkan yang paling parah lagi didalam agama baik secara inter maupun antar agama.
apa yang membuat konflik terjadi?
“entahlah..
emang gue pikirin!!”
itulah jawaban bahi orang awam yang tidak mengetahui masalah yang ada.

semua yang terjadi adalah kehendak dari manusia sendiri bagaimana melihat kebenaran tersebut.
ada beberapa pakar sosial yang mengatakan bahwa pengetahuan adalah kebenaran juga pakar agama menyatakan bahwa kebenaran tidak dapat dibuktikan secara empiris namun harus diyakini, begitu juga dengan para ilmuwan dan juga pakar hukum mungkin teori dan bukti-bukti faktual adalah kebenaran.
eksistensi kebenaran semakin diperparah dengan adanya klaim di masing-masing agama, kelompok bahkan kepemilikan atas sesuatu.
didunia ini yang dikatakan fana menurut teori agama dan nyata menurut para empirisme senantiasa berubah.
mengapa??
karena semuanya dipengaruhi oleh hukum alam yang absolut yaitu perubahan.
seseorang tidak bisa mengklim kebenaran milik sendiri yang akan menimbulkan dikotomi dan peperangan.
banyak orang bijak dan orang yang tercerahkan sudah puas dengan makna dibalik kebenaran, yang terpenting adalah bagaimana kita sadar akan apa yang terjadi dan tercerahkan.
kebenaran ada pada setiap insan yang telah tercerahkan dan insaf akan segala yang Nyata.
seorang penganut agama tidak bisa memaksakan kehendak kepada seorang atheis atau agnotist untuk percaya pada  keberadaan Tuhan yang dipujanya, karena kebenaran pada dasarnya ada dan tersembunyi disetiap insan mulia yang abadi yang menghidupi segalanya, yang memberikan pengetahuan abadi.
apapun latar belakang manusia bertahap akan menginsafi dan menyibak kebenaran jika pemikiran, karakter dan sifatnya sama dengan kebenaran tersebut secara kualitas.
kebenaran ketika diiterpretasi oleh insan-insan yang belum mengerti dan tercerahkan tidak dapat memahami sebenarnya apa itu kebenaran.

penganut agama dunia mengiterpretasi bahwa kebenaran didunia ini sifatnya relatif dan kebenaran mutlak hanya  Tuhan .
kerelatifan inilah yang membuat yang mutlak itu diiterpretasi sebgai yang terbatas dan berubah namun sesungguhnya Yang Mutlak kita tidak pernah tahu.
maka itu temukan kebenaran pada apa yang disebut sebgai kitab suci, sabda Tuhan, eksistensi, perubahan, pengetahuan dan sebagainya.
kita tidak bisa menilai kebenaran seperti apa, bagaimana dan dimana….
yang ada kita terperangkap dalam jumlah waktu yang terbuang.
kewajiban kita hanyalah bekerja dan bekerja tanpa mengharapkan hasil tetapi kita berharap belum puas untuk memuaskan kebenaran-kebenaran yang ada dan yang tiada….

 biarlah ku simpan…. dalam dalam

jangan sampai ia terungkap oleh pikiran, kata maupun keyakinan yang membutakan…
hanya aku yang bisa mengerti apa dan siapa aku…..
temukan kebenaran disetiap sudut tiang….  

Think It Ok!!!!!!

Siapa diri kita, bukanlah orang lain yang menentukan.
Tetapi terletak dari bagaimana diri kita memperlakukan orang lain!

Seorang terpelajar dan sombong, suatu hari menghadap kepada seorang guru zen.
Setelah mereka duduk berhadapan, bertanyalah orang terpelajar ini tentang dirinya yang duduk layaknya orang bermeditasi.
“Guru, menurut Anda saya ini seperti apa bila duduk begini?”
Spontan Sang Guru menjawab,
”Kamu seperti Buddha!”
Mendengar jawaban itu dengan senyum lebar yang angkuh, berujarlah ia,
” Tapi, bagi saya Anda seperti setumpuk kotoran kuda!”
“Oh, menurutmu begitu?”
 Sang Guru tersenyum mengangguk.
“Guru, mengapa Anda tidak marah?”
Selidik orang terpelajar ini penasaran.
Masih dengan senyum yang lebar Sang Guru menjawab,
”Justru saya terharu dan kasihan padamu!
Karena bila dirinya adalah Buddha, maka ia akan melihat orang lain seperti Buddha adanya.
Tetapi bila dirinya penuh kotoran, maka ia juga akan melihat orang lain seperti kotoran!”
“Hah!!!”
Dengan muka merah menahan malu orang terpelajar ini.
Demikianlah, penilaian yang kita persembahan kepada orang lain adalah cerminan diri kita.
Apa yang kita pikirkan terhadap orang, sebenarnya begitulah kualitas diri kita.
Ketika kita berpikir orang lain adalah baik, menandakan didalam hati kita tersimpan kebaikan.
Begitu juga sebaliknya, saat kita selalu menilai orang lain tidak baik, sesungguhnya adalah diri kita yang tidak baik.
Kualitas kita, bukanlah orang lain yang menentukan.
Tetapi bagaimana kita memperlakukan orang lain.

· Cinta adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah perasaan afeksi terhadap seseorang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi / kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatiaan, memberikan kasih saying, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.

· Cinta meliputi cinta pada : diri sendiri,lawan jenis, keluarga, sahabat, lingkungan, satu jenis, dll

· Cinta dapat terwujud apabalia ada : pengenalan, tanggung jawab, perhatian, dan saling menghormati

· Hindari pacar yang :selalu mengambil tetapi tidak memberi, mengucapkan kata bohong (musavadha), memuji berlebihan, mengikuti kita dalam jalur yg salah

· Cinta itu perlu kebijaksanaan karena kebijksanaan akan membimbing hidup kita akan jauh lebih baik dan terarah dalam menjalinnya

· Jangan melekat pada apa yang dicintai atau yang tidak dicintai. Tidak bertemu dengan mereka yang dicintai dan bertemu dengan mereka yang tidak dicintai, keduanya adalah penderitaan ( Dhammapada Piyavagga Bab XVI Ayat 2 )  

Andai Ada Hari Esok

Semua bencana ini menyengat benak pikiran kita:
adakah hari esok yang tenang, damai dan aman?
Atau yang lebih ekstrem lagi: adakah hari esok itu?
Kalau tidak ada hari esok, apakah yang akan kita lakukan?
Kalau pun ada hari esok, apa pula yang akan kita lakukan?

Dalam Shi Si Er Zhang Jing (Sutra 42 Bab),
Buddha bertanya pada salah satu siswa, “Hidup manusia itu berapa lama?”
Siswa itu menjawab, “Beberapa hari.”
Buddha berkata, “Kamu belum memahami Jalan.”

Buddha bertanya pada siswa yang lain, “Hidup manusia itu berapa lama?”
Siswa itu menjawab, “Sepanjang waktu makan.”
Buddha berkata, “Kamu belum memahami Jalan.”


Buddha bertanya pada siswa yang lain lagi, “Hidup manusia itu berapa lama?”
Siswa menjawab, “Dalam satu tarikan nafas.”
Buddha berkata, “Sadhu, kamu memahami Jalan.”

Hidup kita yang berharga itu ternyata hanya sepanjang satu tarikan nafas.

Namun hidup ini sungguh ironis.
Saat diterpa panasnya terik matahari,
alih-alih merenungkan makna cahaya matahari bagi kehidupan di bumi,
kita justru mengeluh kenapa udara terasa panas.

Ketika diguyur lebatnya air hujan,
alih-alih memahami betapa berharganya nilai setetes air bagi setiap makhluk,
kita malah mengomel mengapa hujan lagi hujan lagi.

Demikian pula ketika masih bisa bernafas,
kita tidak pernah menyadari bahwa setiap tarikan
dan hembusan nafas itu sebenarnya mengajarkan kita
untuk menghayati adanya ‘perubahan’,
baik ketidakkekalan hal-hal eksternal maupun gejolak batin internal kita.


Dalam satu kisah Chan (Zen),
diceritakan seorang umat memohon petunjuk dari Master Chan - Wu De.

“Master, saya bertahun-tahun belajar Chan
tapi tetap saja tidak mengalami pencerahan.
Lebih lebih terhadap surga dan neraka yang disebutkan dalam Sutra,
saya merasa sangat tidak yakin.
Selain alam manusia, mana ada itu surga dan neraka?”

Master Wu De tidak segera menjawab,
beliau meminta umat itu untuk menimba air di sungai.
Setelah itu beliau berkata,

“Coba lihat air dalam timba, mungkin kamu bisa merasakan bedanya surga dan neraka.”

Setengah percaya setengah tidak, umat itu memusatkan perhatian menatap air dalam timba.

Ia tidak melihat adanya surga dan neraka.
Tepat ketika dia hendak bertanya,
Master Wu De sekonyong-konyong membenamkan kepalanya ke dalam air.
Umat itu memberontak namun tak berdaya.
Saat hampir tak bisa bernafas, Wu De menariknya keluar.
Dengan nafas tersengal-sengal umat itu protes pada Wu De.

“Master, Anda keterlaluan sekali! Saya tak bisa bernafas dalam air,
tidak tahukah Master saya menderita bagai berada di neraka.”

Master tidak marah menerima protes keras itu, dengan lembut bertanya,

“Sekarang, apa yang kamu rasakan?”

Umat itu menjawab, “Sekarang bisa bernafas lagi, rasanya bagai berada di surga!”

Kali ini Master berucap dengan penuh wibawa,

“Hanya dalam waktu singkat, kamu telah kembali dari neraka dan surga,
kenapa masih tidak percaya keberadaan surga dan neraka?”

Hanya dalam satu tarikan nafas,
kita bisa berlanglang buana ke alam neraka dan surga.
Dalam satu tarikan nafas pula, hidup kita bisa berakhir.
Itu hanya soal waktu, semua orang tidak terkecuali akan mengalaminya.

Tapi jangan tanyakan kapan waktu itu akan tiba.
Jangan pula bertanya pada rumput yang bergoyang
kenapa di tanahku terjadi bencana,
tetapi tanyakan pada hati nurani
apa yang telah kita perbuat selama masih bisa bernafas!


Di kala kebahagiaan itu berbuah,
tak ada yang bertanya kenapa kebahagiaan itu datang pada kita.
Tapi di saat penderitaan itu tiba,
kita tiada hentinya mengeluh mengapa penderitaan itu jatuh pada kita,
atau menyesali perbuatan buruk yang pernah kita lakukan di masa lalu.

Daripada mencari tahu jawaban kenapa atau menyesali yang telah berlalu,
akan lebih baik bila kita mengisi hari-hari ini dengan perbuatan yang bermanfaat.

Tetapi ada kalanya melakukan perbuatan yang bermanfaat
pun juga tidak selancar yang kita harapkan.
Bila demikian, haruskah kita tetap bertanya: adakah hari esok itu?

Semoga ucapan berikut ini akan sangat membantu –

sukses atau gagal, jangan terlalu dipikirkan;
sikon mendukung atau tidak mendukung, jangan berhenti.
Segala sesuatu yang berkondisi tidak kekal adanya,
hanya hukum karma yang kekal,
jadi jangan kita berhenti dalam berbuat bajik.

Ingat, selama masih bernafas,
jangan berhenti untuk berpikir, berucap dan berbuat bajik!

Andai ada hari esok, biarkan dia datang diamdiam tanpa syarat;
Andai tidak ada hari esok, aku tetap akan menjalani hari ini dengan sebaik-baiknya;
Andai dapat kembali ke hari kemarin, aku tetap tidak akan mengubahnya;
Andai tidak dapat kembali ke hari kemarin,
aku tetap tidak mengeluh dan tidak menyesal.

TENTANG DHAMMA DAN KEHIDUPAN

Ketika Anak Bertanya (tentang Sang Buddha dan Ajarannya)

Mengapa saya dilahirkan menjadi anak perempuan ?
Seseorang dilahirkan menjadi anak perempuan sesuai dengan kammanya pada masa lampau. Kita tidak bisa menentukan ingin dilahirkan sebagai anak laki-laki atau perempuan.


Mengapa saya punya adik laki-laki, kok tidak adik perempuan ?
Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara adik laki-laki ataupun adik perempuan karena sama-sama merupakan adik, meskipun tentu ada yang lebih suka mempunyai adik perempuan. Mungkin orang lain ada yang lebih suka mempunyai adik laki-laki. Hal ini berkaitan dengan kamma masing-masing orang yang menyebabkan ia mempunyai adik laki-laki atau perempuan.


Mengapa wajah orang berbeda-beda ?
Wajah orang berbeda-beda karena perbedaan apa yang dilakukannya di masa lampau. Ada orang berwajah cantik atau tampan karena dahulunya ia seorang yang manis budi dan ramah tamah. Sebaliknya ada juga yang berwajah tidak cantik atau tampan karena dahulunya ia seorang pemarah.
Catatan :
Dalam hukum Kamma dinyatakan bahwa bersikap hormat, rendah hati, sabar dan tidak pemarah berakibat terlahir dalam keluarga luhur dan berwajah tampan/cantik. Sedangkan kemauan jahat berakibat buruk rupa, berpenyakitan dan watak tercela.


Mengapa ada orang yang dilahirkan tidak sempurna ?
Orang dilahirkan tidak sempurna sebagai akibat dari perbuatannya yang tidak baik di masa lampau, sehingga pada kehidupan sekarang ini harus menderita akibat perbuatannya itu.


Mengapa ada orang kaya dan orang miskin ?
Dalam dunia ini ada orang kaya dan orang miskin karena akibat dari perbuatannya masing-masing. Orang yang suka berdana pada masa lampau akan menjadi orang kaya, sedangkan orang yang kikir pada masa lampau akan menjadi orang miskin dalam kehidupan sekarang ini.
Catatan :
Dalam hukum Kamma diajarkan bahwa berdana dan murah hati akan berakibat memperoleh kekayaan, kemakmuran dan panjang umur. Sedangkan pencurian berakibat kemiskinan, hina, tidak mencapai keinginan, hidup tergantung orang lain.


Mengapa ada anak orang kaya tetapi bodoh ?
Seseorang bisa menjadi anak orang kaya karena ia sebelumnya banyak berdana, namun menjadi bodoh apabila tidak mau belajar dan tidak memperhatikan atau mempedulikan kebaikan pada kehidupannya yang lampau.


Mengapa ada orang bodoh dan orang pintar ?
Orang menjadi bodoh kalau ia tidak mau belajar, baik dalam kehidupannya di masa lampau ataupun pada kehidupan sekarang ini. Oleh karena itu seseorang harus selalu mau belajar sehingga dapat menjadi orang pintar.

Bila orang bodoh dapat menyadari kebodohannya
Maka ia dapat dikatakan bijaksana
Tetapi orang bodoh yang menganggap dirinya bijaksana
Sesungguhnya dialah yang disebut orang bodoh

(Dhammapada 63)


Mengapa orang bisa sakit ?
Sakit adalah keadaan yang harus diterima oleh setiap makhluk. Apabila seseorang suka menyakiti makhluk lain di masa yang lampau, maka sebagai akibat dari perbuatannya itu ia akan menderita banyak penyakit.

Terdapat orang yang mempunyai kebiasaan menyakiti makhluk lain dengan menggunakan tinju, batu, tongkat, atau pedang. Dengan melakukan perbuatan ini, ia akan terjatuh ke alam-alam rendah yang penuh kesedihan dan penderitaan, atau neraka. Atau apabila ia terlahirkan kembali sebagai manusia, atau di alam mana pun ia bertumimbal lahir, maka ia akan menderita banyak penyakit.

(M. 123)


Mengapa saya bisa mimpi ?
Mimpi merupakan kegiatan bawah sadar kita pada saat kita sedang tidur. Pada umumnya mimpi menggambarkan keadaan batin kita yang tidak disadari pada waktu sadar.
Catatan :
Dalam hal-hal tertentu mimpi dapat melambangkan sesuatu yang akan terjadi seperti misalnya mimpi Ratu Mahamaya ketika akan mengandung bodhisatta.


Mengapa kita harus menyayangi semua makhluk ?
Kita harus menyayangi semua makhluk karena kita harus mengembangkan perasaan cinta kasih kepada semua makhluk tanpa kecuali. Dalam hukum Kamma dinyatakan bahwa membagi rasa kebahagiaan dan berbuat baik kepada orang lain berakibat terlahir dalam keadaan berlebihan.


Mengapa kita harus menghormati orang lain ?
Kita harus menghormati orang lain kalau kita pun ingin dihormati oleh orang lain. Orang yang tidak menghormati orang lain tentu tidak akan dihormati oleh orang lain.

Mengapa kita harus berbuat baik pada orang lain ?
Kita harus berbuat baik pada orang lain kalau kita ingin mendapat kebahagiaan di kemudian hari. Sesuai dengan hukum Kamma maka seseorang yang berbuat baik akan mendapat kebaikan sebagai akibatnya.
Janganlah meremehkan kebajikan walaupun kecil
Dengan berkata : "Perbuatan bajik tidak akan membawa akibat"
Bagaikan sebuah tempayan akan terisi penuh oleh air yang dijatuhkan setetes demi setetes
Demikian pula orang bijaksana sedikit demi sedikit memenuhi dirinya dengan kebajikan

(Dhammapada 122)



Mengapa ada orang jahat dan orang baik ?
Di dunia ini terdapat orang jahat karena orang itu tidak dapat mengendalikan sifat tidak baik yang berkembang dalam dirinya sehingga ia melakukan hal-hal yang merugikan makhluk lain. Apabila ia dapat mengendalikan sifat tidak baik itu maka ia dapat menjadi orang baik yang berbuat kebaikan pada makhluk lainnya.

Tidak di langit, di tengah hutan, di celah-celah gunung ataupun di mana pun juga
Dapat ditemukan suatu tempat bagi seseorang untuk dapat menyembunyikan diri dari akibat perbuatan jahatnya

(Dhammapada 127)


Kita tidak boleh berteman dengan orang jahat, jadi bagaimana orang jahat bisa baik ?Kita dianjurkan untuk tidak berteman dengan orang jahat supaya kita tidak terbawa ikut menjadi jahat. Orang jahat bisa menjadi baik apabila ia dapat mengerti hukum kamma dan hukum negara yang menyatakan bahwa barang siapa yang berbuat jahat akan mendapat balasan yang sesuai dengan kejahatannya. Hal ini tentu dapat disampaikan kepada mereka oleh pihak yang berwenang, baik pemerintah maupun para tokoh agama yang mempunyai kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh orang jahat.

Jangan bergaul dengan orang jahat
Jangan bergaul dengan orang yang berbudi rendah
Bergaullah dengan sahabat yang baik
Bergaullah dengan orang yang berbudi luhur

(Dhammapada 78)


Mengapa ada permusuhan dan pertengkaran ?
Permusuhan dan pertengkaran terjadi karena orang tidak dapat menekan sifat
kebencian (dosa yang merupakan salah satu akar kejahatan dalam diri manusia).

Kebencian tak akan pernah berakhir apabila dibalas dengan kebencian
Tetapi kebencian akan berakhir bila dibalas dengan tidak membenci
Inilah hukum abadi

(Dhammapada 5)


Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran
Namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri
(Dhammapada 103)


Mengapa ada orang yang suka marah-marah ?
Orang suka marah-marah karena ia tidak dapat mengendalikan dirinya dalam menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan dirinya. Dengan marah-marah seperti itu ia akan mendapat kerugian karena kemarahannya dapat menyebabkan ia berbuat tidak baik di luar kesadarannya yang dapat merugikan orang lain dan dirinya sendiri.

Kesabaran adalah cara bertapa yang paling tinggi
Nibbana adalah yang tertinggi, begitulah sabda para Buddha
Dia yang masih menyakiti orang lain
Bukanlah seorang samana (pertapa)

(Dhammapada 184)

Barangsiapa dapat menahan kemarahannya yang telah memuncak seperti menahan kereta yang sedang melaju
Ia patut disebut sais sejati
Sedangkan sais lainnya hanya sebagai pemegang kendali belaka
(Dhammapada 222)


Kalau orang salah mengapa minta maaf ?
Orang minta maaf kalau berbuat salah sebagai tanda bahwa ia menyesal akan perbuatannya dan berusaha untuk tidak akan mengulangi perbuatan salahnya itu.

Bilamana suatu perbuatan setelah selesai dilakukan membuat orang menyesal
Maka perbuatan itu tidak baik
Orang itu akan menerima akibat perbuatannya dengan ratap tangis dan wajah yang berlinang air mata

(Dhammapada 67)
Mengapa ada orang yang suka berdana dan ada yang tidak suka berdana ?
Orang suka berdana apabila ia dapat menekan perasaan lobha (keserakahan) yang berkembang dalam dirinya dan ia mengerti bahwa dengan berdana maka ia akan mendapat akibat yang baik di kemudian hari. Orang tidak suka berdana apabila ia diliputi oleh perasaan lobha (keserakahan) dan rasa keakuannya besar sehingga ia ingin agar semuanya adalah untuk dirinya sendiri.

Apabila seseorang berbuat bajik
Hendaklah ia mengulangi perbuatan itu
Dan bersukacita dengan perbuatan itu
Sungguh membahagiakan akibat dari perbuatan bajik

(Dhammapada 118)


Apa manfaat berdana itu ?
Berdana mempunyai manfaat yang sangat besar. Dengan berdana maka kita menolong mahluk lain menjadi lebih berbahagia. Dengan berdana maka kita akan mendapat buah yang baik di kemudian hari karena, berdana, merupakan suatu perbuatan baik. Dengan berdana pun kita dapat mengurangi rasa keakuan dan keserakahan dalam diri kita. Oleh karena itulah kita harus selalu berusaha untuk berdana sebagai bagian dalam kehidupan kita sehari-hari.

Sesungguhnya orang kikir tidak dapat pergi ke alam dewa
Orang bodoh tidak memuji kemurahan hati
Akan tetapi orang bijaksana senang dalam memberi
Dan karenanya ia akan bergembira di alam berikutnya

(Dhammapada 177)


Apakah kita wajib berdoa ?
Berdoa merupakan suatu perbuatan baik, karena dengan berdoa kita mengembangkan pikiran yang baik. Dengan demikian kita akan mendapat kemajuan batin.


Apakah kita wajib mendoakan makhluk-makhluk lain ?
Mendoakan agar makhluk-makhluk lain berbahagia merupakan perbuatan yang dianjurkan karena dengan demikian kita dapat mengembangkan perasaan cinta kasih kepada makhluk-makhluk lain.


Apa sebabnya kita menderita ?
Kita menderita karena menerima akibat dari perbuatan tidak baik yang pernah kita lakukan di masa yang lampau, dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang lalu. Dinyatakan bahwa sumber dari penderitaan adalah nafsu keinginan yang membuat kita melakukan perbuatan tidak baik.


Bolehkah kita membunuh nyamuk, yang mengganggu kita ?
Dalam ajaran agama Buddha, umat Buddha harus melatih diri untuk tidak membunuh makhluk apa pun. Namun kadang kala kita terpaksa harus melakukan perbuatan demikian misalnya membunuh nyamuk yang dapat menyebabkan kita sakit. Hal itu tentu merupakan pelanggaran yang tidak dapat dihindari untuk menjaga kesehatan kita. Dalam hal itu kita harus melakukan banyak perbuatan baik sebagai upaya kita mengembangkan kebaikan dalam diri kita.

Seseorang yang tidak lagi menganiaya makhluk-makhluk lain
Baik yang kuat maupun yang lemah
Yang tidak membunuh ataupun menganjurkan orang lain membunuh
Maka ia Kusebut seorang Brahmana

(Dhammapada 405)

Catatan :
Menurut peraturan kebhikkhuan, para bhikkhu dilarang untuk membunuh dan terdapat sanksi apabila melakukan pelanggaran terhadap ketentuan ini.  

Mengapa ada orang yang suka melamun ?
Orang suka melamun jika ia kurang mengembangkan perhatian benar dalam dirinya.

Pikiran itu selalu mengembara jauh
Tidak memiliki wujud dan terletak di dalam hati
Mereka yang dapat menaklukkannya
Akan terbebas dari jeratan Mara

(Dhammapada 37)


Mengapa anak kecil itu suka nakal ?
Adalah wajar kalau anak kecil itu suka nakal, tetapi jangan sampai kenakalan itu membahayakan dan merugikan diri sendiri dan orang lain. Oleh karena itu sejak kecil anak-anak harus diajarkan nilai-nilai kebaikan sesuai dengan ajaran Sang Buddha.


Mengapa orang tua itu bisa bersedih ?
Orang tua tentu bisa bersedih apabila menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan seperti bila anak-anak berbuat tidak baik dan tidak menurut kepada ajaran Sang Buddha, atau hal-hal lain seperti sedang kesulitan keuangan dan pekerjaan. Oleh karena itu seorang anak harus selalu berbuat baik dan membantu orang tua agar mereka tidak bersedih.


Mengapa waktu kita sakit orang tua merawat kita ?
Orang tua merawat kita waktu kita sakit karena semua orang tua sayang kepada anaknya dan ingin agar anaknya selalu sehat dan berbahagia. Oleh karena itu kita harus selalu merasa berterima kasih dan berhutang budi kepada orang tua kita yang telah merawat kita baik di waktu sehat maupun di waktu sakit.


Mengapa kita harus berbakti kepada orang tua ?
Kita harus berbakti kepada orang tua sebab orang tualah yang melahirkan dan merawat kita sejak lahir sampai dewasa. Semua orang mempunyai hutang budi yang sangat besar kepada orang tuanya yang tidak dapat terbalaskan meskipun umpamanya ia menggendong orang tuanya selama seratus tahun sekalipun.

Berlaku baik terhadap ibu merupakan kebahagiaan dalam dunia ini
Berlaku baik terhadap ayah juga merupakan kebahagiaan
Berlaku baik terhadap pertapa merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini
Berlaku baik terhadap para Ariya juga merupakan kebahagiaan

(Dhammapada 332)


Benarkah kalau tidak menghormati orang tua seseorang akan masuk ke alam neraka ? Alasannya ?
Seseorang akan masuk ke alam neraka apabila ia suka berbuat jahat seperti membunuh, menganiaya, menyiksa makhluk lain. Maka kalau seseorang tidak menghormati orang tua dan kemudian melakukan perbuatan jahat seperti itu, tentu ia akan masuk ke alam neraka.
Mengapa kita bisa panjang umur ?
Kita bisa panjang umur bila banyak melakukan perbuatan baik dengan banyak menolong mahluk lain dan menghormat kepada yang patut dihormat.

Ia yang selalu menghormati dan menghargai orang yang lebih tua
Kelak akan memperoleh empat hal yaitu umur panjang, kecantikan, kebahagiaan dan kekuatan

(Dhammapada 109)


Mengapa semua orang bisa meninggal dunia ?
Orang meninggal dunia karena masa kehidupannya di dunia ini telah habis sesuai dengan kammanya. Tidak ada seorang pun yang terbebas dari kematian, karena seseorang yang terlahir tentu akan mati. Apabila dalam kehidupan yang lampau seseorang banyak melakukan pembunuhan, maka dalam kehidupan sekarang ia akan pendek umur.

Anak-anak tidak dapat melindungi
Begitu juga ayah maupun sanak saudara
Bagi orang yang menghadapi kematian
Maka tidak ada sanak saudara yang dapat melindungi dirinya lagi

Setelah mengetahui kenyataan ini
Maka orang berbudi dan bijaksana tak akan menunda waktu
Dalam menempuh jalan menuju Nibbana

(Dhammapada 288-289)


Bagaimana caranya untuk mencapai surga ?
Untuk dapat terlahir kembali di alam surga, kita harus mentaati Pancasila Buddhis dan melakukan perbuatan baik seperti berdana. Lebih baik lagi apabila dapat melatih diri dalam meditasi.

Sebagian orang terlahir melalui kandungan
Pelaku kejahatan terlahir di alam neraka
Orang yang berkelakuan baik pergi ke surga
Dan orang yang bebas dari kekotoran batin mencapai Nibbana

(Dhammapada 126)

Catatan :
Pancasila Buddhis adalah janji moral umat Buddha untuk melatih diri tidak melakukan pembunuhan, pencurian, perbuatan asusila, kebohongan dan minum minuman keras yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan.
Apa artinya dewa ?
Dewa adalah makhluk yang tinggal di alam surga sebagai buah dari perbuatan baiknya. Di surga para dewa menikmati kebahagiaan dan kesenangan, namun kebahagiaan dan kesenangan itu tidaklah kekal. Apabila masa hidupnya sebagai dewa berakhir, maka ia akan dilahirkan di alam lain sesuai dengan perbuatannya.

Catatan :
Dalam agama Buddha diajarkan adanya berbagai alam surga. Lama kehidupan di alam surga sangat lama dan berbeda-beda sesuai dengan tingkat surganya. Pada surga yang terendah masa kehidupan makhluknya adalah sekitar sembilan juta tahun manusia. Surga bagi mahkluk-makluk yang telah mencapai jhana (tingkat meditasi) disebut alam Brahma.


Apa yang dimaksud dengan setan itu ?
Setan adalah makhluk halus yang tidak tertampak oleh mata kita, yang tinggal di alam yang tidak menyenangkan akibat perbuatan tidak baik yang dilakukan sebelumnya. Kehidupan di alam setan merupakan kehidupan yang menyedihkan, penghuninya merasakan keadaan kehausan dan kelaparan serta keinginan yang tidak pernah terpuaskan. Setan mempunyai banyak bentuk yang berbeda-beda dan dapat terlahir kembali ke alam lain sesuai dengan perbuatannya.


Berapa kalikah manusia hidup di dunia ?
Manusia dapat hidup berkali-kali di dunia. Setelah seseorang meninggal dunia, maka ia akan dilahirkan kembali sesuai dengan perbuatannya. Kalau ia banyak berbuat kebaikan, maka dapat terlahir kembali di alam -surga atau di alam manusia kembali. Bila ia banyak berbuat tidak baik, dapat terlahir kembali di alam binatang, alam setan atau neraka. Setelah kehidupannya di alam-alam tersebut berakhir, maka ia akan terlahir kembali di alam lainnya sesuai dengan buah perbuatannya. Demikianlah hal itu berlangsung terus menerus sampai tercapainya Nibbana (Kesucian Tertinggi).


Bersemedi itu untuk melatih apa ?
Dalam agama Buddha, bersemedi (samadhi) merupakan latihan pengembangan batin agar batin dapat terpusat untuk mencapai ketenangan batin dan untuk mencapai kesucian batin.

Orang bijaksana yang tekun bersamadhi
Hidup bersemangat dan selalu berusaha dengan sungguh-sungguh
Pada akhirnya akan mencapai Nibbana (Kebebasan Mutlak)

(Dhammapada 23)


Bagaimana cara bermeditasi yang benar ?
Untuk dapat bermeditasi dengan benar, seseorang tentu harus mencari saat yang tepat dan dalam kondisi tubuh yang sehat. Kemudian duduk bersila dengan tegak tetapi tidak tegang lalu memusatkan pikirannya pada obyek meditasi yang dipilihnya. Obyek meditasi dapat bermacam-macam seperti metta (cinta kasih), anapanasati (pernapasan), Buddharupang dan sebagainya. Mata dipejamkan dan bernapas biasa. Apabila pikiran keluar dari obyek meditasi, harus dikembalikan dan dipusatkan kembali. Demikianlah apabila meditasi dilakukan dengan teratur maka akan memberikan manfaat yang besar bagi ketenangan dan kebahagiaan batin kita.
Apakah ajaran utama Sang Buddha ?
Ajaran utama Sang Buddha terangkum dalam Empat Kesunyataan Mulia yang di dalamnya berisikan Jalan Utama Berunsur Delapan. Selain itu terdapat pokok-pokok ajaran Sang Buddha lainnya seperti Hukum Kamma, Paticca Samuppada dan Tilakkhana. Secara ringkas ajaran Sang Buddha tergambarkan dalam bait Dhammapada 183 :

Janganlah berbuat jahat
Tambahlah kebaikan
Sucikan hati dan pikiran
Itulah ajaran semua Buddha


Mengapa agama Buddha dikatakan pesimistis ?
Oleh orang yang kurang memahami ajaran Sang Buddha, dikatakan bahwa agama Buddha pesimistis karena ajarannya berisikan tentang penderitaan. Tetapi sebenarnya tidaklah demikian, agama Buddha mengajarkan sesuatu yang realistis (sesuai dengan kenyataan). Adalah kenyataan bahwa dalam hidup ini kita menemui banyak hal yang membuat kita tidak senang dan menderita. Namun diajarkan pula bahwa ada jalan untuk membuat kita menjadi lebih berbahagia dan pada akhirnya nanti dapat mencapai Kebahagiaan Tertinggi. Oleh karena itu agama Buddha dapat dikatakan sebagai : Jalan Kebahagiaan.


Bagaimana alam semesta ini tercipta ?
Terciptanya alam semesta ini tidak disebutkan dalam Kitab Agama Buddha karena hal itu merupakan sesuatu yang berada di luar jangkauan pikiran manusia biasa yang masih belum terbebas dari kegelapan batin. Yang penting bagi kita adalah mengembangkan diri kita agar terbebas dari segala kekotoran batin untuk mencapai Kebebasan Mutlak.


Apakah dunia kita akan kiamat ?
Dunia kita sebagai sesuatu yang tercipta pada suatu waktu nanti tentu akan hancur. Kehancuran dunia itu disebut kiamat, yang ditandai dengan terjadinya keadaan alam yang makin memburuk. Dalam agama Buddha tidak disebutkan kapan akan terjadi kehancuran itu.

Segala sesuatu yang tercipta tidak kekal adanya
Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat hal ini
Maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan
Inilah Jalan yang membawa pada kesucian

(Dhammapada 277)

Maka akan datanglah waktunya bahwa dunia yang perkasa ini akan dilahap oleh api, musnah, dan tidak ada lagi.
Tetapi hal ini bukan berarti akhir penderitaan bagi makhluk-makhluk yang digelapkan oleh Avijja dan dibelenggu oleh Tanha berlari berputar-putar dalam lingkaran tumimbal lahir.
Demikian sabda-Ku.
(S.XXII)

Catatan :
Agama Buddha mengajarkan bahwa segala sesuatu yang tercipta akan lenyap kembali. Alam semesta yang kita diami ini adalah sesuatu yang tercipta, maka pada suatu waktu akan lenyap kembali untuk digantikan dengan alam semesta yang baru.

HADIAH CINTA SEORANG IBU

“ Bisa saya melihat bayi saya?”, pinta seorang ibu yang baru melahirkan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu bayi itu menahan napasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga !

Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk.

Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang Ibu yang menangis. ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata :” Seorang anak laki-laki besar mengejekku, katanya aku ini makhluk aneh”.

Anak lelaki itu tumbuh dewasa, ia cukup tampan dengan cacatnya, iapun disukai teman-teman sekolahnya, ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan ,” Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?” namun dalam hati Ibu merasa kasihan dengannya.

Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan dokter yang bisa mengcangkokkan telinga untuknya. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya, tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan  telinganya,” kata Dokter. kemudian , orang tua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka.

Beberapa bulan sudah berlalu, dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya,” Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu, kami harus segera mengirimmu ke Rumah sakit untuk dilakukan operasi, namun semua ini sangatlah rahasia,” kata sang Ayah.

Operasi berjalan dengan sukses, seorang lelaki barupun lahirlah. bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan, iapun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya.

Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, “ Ayah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku, ia telah berbuat sesuatu yang besar, namun aku samasekali belum membalas kebaikannya.”
Ayahnya menjawab, “ Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu.”. Setelah terdiam sesaat, ayahnya melanjutkan, “ Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini.”

Tahun berganti tahun, Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari saat yang menyedihkan bagi keluarga itu.Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah Ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang Ayah membelai rambut jenasah Ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah....bahwa sang Ibu tidak memiliki telinga. Ibumu pernah berkata bahwa Ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,” bisik sang Ayah. “ dan tak seorangpun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit
kecantikannya bukan?”

Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh, namun di dalam hati.
Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat.
Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui
.


Namo Buddhaya, itulah dharma yang terjadi disaat banyaknya penderitaan didalam rumah tangga, seorg ibu dapat mengerti arti metta yg sesungguhnya, seorang anak dapat mengerti dharma yang sesungguhnya dan seorang ayah juga mendapatkan dharma yang sesungguhnya, sungguh suatu suka cita, Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

Saturday, May 28, 2011

Dewi Kwan Im

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas(Dialihkan dari Guan Yin)

Kwan Im pertama diperkenalkan ke Cina pada abad pertama SM, bersamaan dengan masuknya agama Buddha. Pada abad ke-7, Kwan Im mulai dikenal di Korea dan Jepang karena pengaruh Dinasti Tang. Pada masa yang sama, Tibet juga mulai mengenal Kwan Im dan menyebutnya dengan nama Chenrezig. Dalai Lama sering dianggap sebagai reinkarnasi dari Kwan Im di dunia.
Jauh sebelum masuknya agama Buddha menjelang akhir Dinasti Han, Kwan Im Pho Sat telah dikenal di Tiongkok purba dengan sebutan Pek Ie Tai Su yaitu Dewi Berbaju Putih Yang Welas Asih (“Dewi Welas Asih”). Di kemudian hari, Beliau identik dengan perwujudan dari Buddha Avalokitesvara. Pengertian Avalokitesvara Bodhisatva dalam bahasa Sansekerta adalah:
  • “Avalokita” (Kwan / Guan / Kwan Si / Guan Shi) yang bermakna Melihat ke Bawah atau Mendengarkan ke Bawah (“Bawah” disini bermakna ke dunia, yang merupakan suatu alam (Sansekerta:lokita)).
  • Kata “Isvara” (Im / Yin), berarti suara (suara jeritan mahluk atas penderitaan yang mereka alami).

Kwan Im sebagai seorang Bodhisatva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang. Di negara Jepang, Kwan Im Pho Sat terkenal dengan nama Dewi Kanon. Dalam perwujudannya sebagai pria, beliau disebut Kwan Sie Im Pho Sat. Dalam Sutra Suddharma Pundarika Sutra (Biauw Hoat Lien Hoa Keng) disebutkan ada 33 (tiga puluh) penjelmaan Kwan Im Pho Sat. Sedangkan dalam Maha Karuna Dharani (Tay Pi Ciu / Ta Pei Cou / Ta Pei Shen Cou) ada 84 (delapan puluh empat) perwujudan Kwan Im Pho Sat sebagai simbol dari Bodhisattva yang mempunyai kekuasaan besar.
Altar utama di Kuil Pho Jee Sie (Pho To San) di persembahkan kepada Kwan Im Pho Sat dengan perwujudan sebagai “Buddha Wairocana”, dan di sisi kiri atau kanan berjajar 16 (enam belas) perwujudan lainnya. Perwujudan Beliau di altar utama Kim Tek Ie*), salah satu Klenteng tertua di Indonesia adalah King Cee Koan Im (Koan Im Membawa Sutra Memberi Pelajaran Buddha Dharma Kepada Umat Manusia). Disamping itu, terdapat pula wujud Kwan Im Pho Sat dalam Chien Chiu Kwan Im / Jeng Jiu Kwan Im / Qian Shou Guan Yin. (Kwan Im Seribu Lengan / Tangan) sebagai perwujudan Beliau yang selalu bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang tulus dari umatnya. Julukan beliau secara lengkap adalah: "Tay Cu Tay Pi, Kiu Kho Kiu Lan, Kong Tay Ling Kam, Kwan Im Sie Im Pho Sat".



Patung Kannon di Daienin
Gunung Koya
 Sejarah Klasik
Ketika agama Buddha memasuki Tiongkok (Masa Dinasti Han), pada mulanya Avalokitesvara Bodhisattva bersosok pria. Seiring dengan berjalannya waktu, dan pengaruh ajaran Taoisme serta Kong Hu Cu, menjelang era Dinasti Tang, profil Avalokitesvara Bodhisattva berubah dan ditampilkan dalam sosok wanita.
Dari pengaruh ajaran Tao, probabilita perubahan ini terjadi karena jauh sebelum mereka mengenal Avalokitesvara Bodhisattva, kaum Taois telah memuja Dewi Tao yang disebut “Niang-Niang” (Probabilitas adalah Dewi Wang Mu Niang-Niang). Sehubungan dengan adanya legenda Puteri Miao Shan yang sangat terkenal, mereka memunculkan tokoh wanita yang disebut “Guan Yin Niang Niang”, sebagai pendamping Avalokitesvara Bodhisattva pria.
Lambat laun tokoh Avalokitesvara Bodhisattva pria dilupakan orang dan tokoh Guan Yin Niang-Niang menggantikan posisinya dengan sebutan Guan Yin Phu Sa. Dari pengaruh ajaran Kong Hu Cu, mereka menilai kurang layak apabila kaum wanita memohon anak pada seorang Dewa. Bagi para penganutnya, hal itu dianggap sesuai dengan keinginan Kwan Im sendiri untuk mewujudkan dirinya sebagai seorang wanita, agar lebih leluasa untuk menolong kaum wanita yang membutuhkan pertolongan.
Dari sini jelas bahwa tokoh Avalokitesvara Bodhisattva berasal dari India dan tokoh Guan Yin Phu Sa berasal dari Tiongkok. Avalokitesvara Bodhisattva memiliki tempat suci di gunung Potalaka, Tibet, sedangkan Kwan Im Pho Sat memiliki tempat suci di gunung Pu Tao Shan di kepulauan Zhou Shan, Cina. Kesimpulan atas hal ini adalah tokoh Avalokitesvara Bodhisatva merupakan stimulus awal munculnya Kwan Im Pho Sat.




Kano Motonobu (白衣観音図), Kannon berjubah putih, Bodhisattva Welas Asih, abad ke 16 (Jepang). Lukisan tinta, cat dan emas pada sutra yang tergantung
Legenda Kwan Im
Terdapat beberapa legenda lainnya terkait tentang asal-usul Dewi Kwan Im. Dalam kitab Hong Sin Yan Gi / Hong Sin Phang (“Penganugerahan Dewa”) disebutkan bahwa sebelum ia dikenal dengan sebagai Dewi Kwan Im, ia dikenal dengan nama Chu Hang. Ia merupakan salah satu murid dari Cap Ji Bun Jin (12 Murid Cian Kauw Yang Sakti).
 Miao Shan
Selain itu, menurut Kitab Suci Kwan Im Tek Too yang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im dilahirkan pada zaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun 403-221 SM terkait dengan legenda Puteri Miao Shan, anak dari Raja Miao Zhuang / Biao Cong / Biao Cuang Penguasa Negeri Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou di abad III SM.
Disebutkan bahwa Raja Miao Zhuang sangat mendambakan seorang anak lelaki, tapi yang dimilikinya hanyalah 3 (tiga) orang puteri. Puteri tertua bernama Miao Shu (Biao Yuan), yang kedua bernama Miao Yin (Biao In) dan yang bungsu bernama Miao Shan (Biao Shan).
Setelah ketiga puteri tersebut menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan istana dan memilih menjadi Bhikuni di Klenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan).
Kematian dan di alam baka
Berbagai cara diusahakan oleh Raja Miao Zhuang agar puterinya mau kembali dan menikah, namun Puteri Miao Shan tetap bersiteguh dalam pendirianNya. Pada suatu ketika, Raja Miao Zhuang habis kesabarannya dan memerintahkan para prajurit untuk menangkap dan menghukum mati sang puteri.
Setelah kematianNya, arwah Puteri Miao Shan mengelilingi neraka. Karena melihat penderitaan makhluk-makhluk yang ada di neraka, Puteri Miao Shan berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia. Secara ajaib, doa yang diucapkan dengan penuh welas asih, tulus dan suci mengubah suasana neraka menjadi seperti surga.
Penguasa Akherat, Yan Luo Wang, menjadi bingung sekali. Akhirnya arwah Puteri Miao Shan diperintahkan untuk kembali ke badan kasarNya. Begitu bangkit dari kematianNya, Buddha Amitabha muncul di hadapan Puteri Miao Shan dan memberikan Buah Persik Dewa. Akibat makan buah tersebut, sang Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, ke-tuaan dan kematian. Buddha Amitabha lalu menganjurkan Puteri Miao Shan agar berlatih kesempurnaan di gunung Pu Tuo, dan Puteri Miao Shan-pun pergi ke gunung Pu Tuo dengan diantar seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.
Menyelamatkan raja
9 (Sembilan) tahun berlalu, suatu ketika Raja Miao Zhuang menderita sakit parah. Berbagai tabib termasyur dan obat telah dicoba, namun semuanya gagal. Puteri Miao Shan yang mendengar kabar tersebut, lalu menyamar menjadi seorang Pendeta tua dan datang menjenguk. Namun terlambat, sang Raja telah wafat.
Dengan kesaktianNya, Puteri Miao Shan melihat bahwa arwah ayahNya dibawa ke neraka, dan mengalami siksaan yang hebat. Karena rasa bhaktiNya yang tinggi, Puteri Miao Shan pergi ke neraka untuk menolong. Pada saat akan menolong ayahNya untuk melewati gerbang dunia akherat, Puteri Miao Shan dan ayahNya diserbu setan-setan kelaparan. Agar mereka dapat melewati setan-setan kelaparan itu, Puteri Miao Shan memotong tangan untuk dijadikan santapan setan-setan kelaparan.
Setelah hidup kembali, Raja Miao Zhuang menyadari bahwa bhakti ketiga putrinya sangat luar biasa. Akhirnya sang Raja menjadi sadar dan mengundurkan diri dari pemerintahan serta bersama-sama dengan keluarganya pergi ke gunung Xiang Shan untuk bertobat dan mengikuti jalan Buddha. Rakyat yang mendengar bhakti Puteri Miao Shan hingga rela mengorbankan tanganNya menjadi sangat terharu. Berbondong-bondong mereka membuat tangan palsu untuk Puteri Miao Shan.
Buddha O Mi To Hud yang melihat ketulusan rakyat, merangkum semua tangan palsu tersebut dan mengubahNya menjadi suatu bentuk kesaktian serta memberikannya kepada Puteri Miao Shan. Lalu Ji Lay Hud memberiNya gelar Qian Shou Qian Yan Jiu Ku Jiu Nan Wu Shang Shi Guan Shi Yin Phu Sa, yang artinya Bodhisatva Kwan Im Penolong Kesukaran Yang Bertangan Dan Bermata Seribu Yang Tiada Bandingnya.
Tangan seribu
Dalam kisah lain disebutkan bahwa pada saat Kwan Im Phu Sa diganggu oleh ribuan setan, iblis dan siluman, Beliau menggunakan kesaktianNya untuk melawan mereka. Ia berubah wujud menjadi Kwan Im Bertangan dan Bermata Seribu, dimana masing-masing tangan memegang senjata Dewa yang berbeda jenis.
Kisah Kwan Im Lengan Seribu ini juga memiliki versi yang berbeda, di antaranya adalah pada saat Puteri Miao Shan sedang bermeditasi dan merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba kepalanya pecah berkeping-keping. Buddha O Mi To Hud (Amitabha) yang mengetahui hal itu segera menolong dan memberikan “Seribu Tangan dan Seribu Mata, sehingga Beliau dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak kepada manusia.
Dalam legenda Puteri Miao Shan, disebutkan bahwa kakak-kakak Miao Shan bertobat dan mencapai kesempurnaan, lalu mereka diangkat sebagai Pho Sat oleh Giok Hong Siang Te. Puteri Miao Shu diangkat sebagai Bun Cu Pho Sat (Wen Shu Phu Sa) dan Puteri Miao Yin sebagai Po Hian Pho Sat (Pu Xian Phu Sa).
 Pelantikan
Disebutkan juga bahwa pada saat pelantikan Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat, Puteri Miao Shan diberi 2 (dua) orang pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu Ni) atau “Gadis Kumala” dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong) atau “Jejaka Emas”. Pada mulanya, Long Ni adalah cucu dari Raja Naga (Liong Ong), yang diberi tugas untuk menyerahkan mutiara ajaib kepada Kwan Im, sebagai rasa terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong puterinya. Namun ternyata Long Ni justru ingin menjadi murid Kwan Im dan mengabdi kepadaNya.
Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua) versi legenda. Versi pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran Buddha. Ia ditemukan oleh To Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk dididik. Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi You Ji) menyebutkan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo Sa Ni). Nama asliNya adalah Ang Hay Jie (Hong Hai Erl) atau si Anak Merah. Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan Im Pho Sat untuk mengatasiNya.
Akhirnya Ang Hay Jie berhasil ditaklukkan oleh Kwan Im Pho sat dan diangkat menjadi muridNya dengan panggilan Shan Cai. Dalam hal ini, banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa salah 1 (satu) pengawal Kwan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang penampilanNya memang mirip dengan Ang Hay Jie. Secara khusus terdapat perbedaan di antara keduaNya, Lie Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakiNya, sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah anak dari Lie King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.
 Perwujudan Kwan Im
Dalam sejumlah kitab Budhisme Tiongkok klasik, disebutkan ada 33 (tiga puluh tiga) rupa perwujudan Kwan Im Pho Sat, antara lain :
  1. Kwan Im Berdiri Menyeberangi Samudera;
  2. Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri diatas Naga;
  3. Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu;
  4. Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri;
  5. Kwan Im Berdiri Membawa Anak;
  6. Kwan Im Berdiri diatas Batu Karang/Gelombang Samudera;
  7. Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu;
  8. Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.
Selain perwujudan Beliau yang beraneka bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah penuh keanggunan .Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering juga ditampilkan berdampingan dengan Bun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau ditampilkan bertiga dengan : Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud – Kwan Im Pho Sat.

 20 Ajaran Welas Asih Dewi Kwan Im
  1. Jika orang lain membuatmu susah, anggaplah itu tumpukan rejeki.
  2. Mulai hari ini belajarlah menyenangkan hati orang lain.
  3. Jika kamu merasa pahit dalam hidupmu dengan suatu tujuan, itulah bahagia.
  4. Lari dan berlarilah untuk mengejar hari esok
  5. Setiap hari kamu sudah harus merasa puas dengan apa yang kamu miliki saat ini.
  6. Setiapkali ada orang memberimu satu kebaikan, kamu harus mengembalikannya sepuluh kali lipat.
  7. Nilailah kebaikan orang lain kepadamu, tetapi hapuskanlah jasa yang pernah kamu berikan pada orang lain.
  8. Dalam keadaan benar kamu difitnah, dipersalahkan dan dihukum, maka kamu akan mendapatkan pahala.
  9. Dalam keadaan salah kamu dipuji dan dibenarkan, itu merupakan hukuman.
  10. Orang yang benar kita bela tetapi yang salah kita beri nasihat.
  11. Jika perbuatan kamu benar, kamu difitnah dan dipersalahkan, tapi kamu menerimanya, maka akan datang kepadamu rezeki yang berlimpah-ruah.
  12. Jangan selalu melihat / mengecam kesalahan orang lain, tetapi selalu melihat diri sendiri itulah kebenaran.
  13. Orang yang baik diajak bergaul, tetapi yang jahat dikasihani.
  14. Kalau wajahmu senyum hatimu senang, pasti kamu akan aku terima.
  15. Dua orang saling mengakui kesalahan masing-masing, maka dua orang itu akan bersahabat sepanjang masa
  16. Saling salah menyalahkan, maka akan mengakibatkan putus hubungan.
  17. Kalau kamu rela dan tulus menolong orang yang dalam keadaan susah, maka jangan sampai diketahui bahwa kamu sebagai penolongnya.
  18. Jangan membicarakan sedikitpun kejelekan orang lain dibelakangnya, sebab kamu akan dinilai jelek oleh si pendengar.
  19. Kalau kamu mengetahui seseorang berbuat salah, maka tegurlah langsung dgn kata-kata yang lemah lembut hingga orang itu insaf.
  20. Doa dan sembah sujudmu akan aku terima, apabila kamu bisa sabar dan menuruti jalanku.
 Nama lain
Kwan Im di Asia Timur, dikenal dengan berbagai nama. Akan tetapi "Kwan Im" atau "Kwan Tse Im" masih merupakan panggilan sederhana yang diberikan untuknya. Berikut adalah beberapa panggilan atau sebutan yang diberikan berdasarkan negara tertentu:
  • Jepang; Kannon (観音), kadang-kadang dilafalkan sebagai (Kan'on). Nama formal yang digunakan adalah (Kanzeon - 観世音 - penulisan yang sama dengan Kwan Tse Im).
  • Korea; Gwan-eum (관음) atau Gwanse-eum (관세음)
  • Thailand; Kuan Eim (กวนอิม) atau Prah Mae Kuan Eim (พระแม่กวนอิม).
  • Vietnam; Quán Âm atau Quán Thế Âm.
  • Hong Kong (propinsi Guang Dong); Kwun Yum atau Kun Yum, pelafalan ini berdasarkan bahasa Kanton
Kuan-Yin : the Chinese transformation of Avalokiteśvara, ditulis oleh Chun-fang, Yu tahun 1938, Penerbit : Columbia University Press, ISBN 0-231-12028-1

Thursday, May 26, 2011

Xuanzang


Xuanzang ( Cina : 玄 奘 ; pinyin : Xuan Zang ; Wade-Giles : Hsuan-Tsang) (c. 602-664) adalah seorang yang terkenal Cina Buddha biksu , sarjana, pelancong, dan penerjemah yang menggambarkan interaksi antara China dan India di awal Tang periode. Born in Henan province of China in 602 or 603, from boyhood he took to reading sacred books, including the Chinese Classics and the writings of the ancient sages. Lahir di Henan provinsi China di 602 atau 603, dari masa kanak-kanak ia mengambil untuk membaca kitab suci, termasuk Klasik Cina dan tulisan-tulisan para bijak kuno.

While residing in the city of Luoyang , Xuanzang entered Buddhist monkhood at the age of thirteen. Selama tinggal di kota Luoyang , Xuanzang mengadakan kerahiban Buddhis pada usia tiga belas tahun. Due to the political and social unrest caused by the fall of the Sui dynasty , he went to Chengdu in Sichuan (Szechuan), where he was ordained at the age of twenty. Karena kerusuhan politik dan sosial yang disebabkan oleh jatuhnya dinasti Sui , ia pergi ke Chengdu di Sichuan (Szechuan), di mana ia ditahbiskan pada usia dua puluh. From Xingdu, he travelled throughout China in search of sacred books of Buddhism. Dari Xingdu, ia pergi seluruh China untuk mencari buku-buku suci agama Buddha. At length, he came to Chang'an , then under the peaceful rule of Emperor Taizong of Tang . Akhirnya, ia datang ke Chang'an , kemudian di bawah kekuasaan damai Kaisar Tang Taizong . Here Xuanzang developed the desire to visit India . Di sini Xuanzang mengembangkan keinginan untuk mengunjungi India . He knew about Faxian 's visit to India and, like him, was concerned about the incomplete and misinterpreted nature of the Buddhist scriptures that reached China. Dia tahu tentang Faxian kunjungan 'ke India dan, seperti dia, prihatin dan disalahtafsirkan sifat tidak lengkap dari kitab-kitab Buddha yang mencapai Cina.

He became famous for his seventeen year overland journey to India, which is recorded in detail in his autobiography and a biography, and which provided the inspiration for the epic novel Journey to the West . Dia menjadi terkenal karena perjalanan darat-nya tujuh belas tahun ke India, yang dicatat secara rinci dalam otobiografinya dan biografi, dan yang memberikan inspirasi bagi epik novel Perjalanan ke Barat .

Nomenklatur, ortografi dan etimologi

 Xuanzang juga dikenal sebagai Tang-sānzàng (唐三藏), Xuanzang Sānzàng (玄奘 三藏), Xuanzang Dashi (玄奘 大师), atau hanya sebagai Tang Seng (唐僧), atau Tang (Dinasti) Monk dalam bahasa Mandarin, di Kanton sebagai Tong Sam Jong dan dalam bahasa Vietnam sebagai Đường Tang Tam. Less common romanizations of Xuanzang include Hhuen Kwan, Hiouen Thsang, Hiuen Tsiang, Hsien-tsang, Hsyan-tsang, Hsuan Chwang, Hsuan Tsiang, Hwen Thsang, Xuan Cang, Xuan Zang, Shuen Shang, Yuan Chang, Yuan Chwang, and Yuen Chwang . Hsüan, Hüan, Huan and Chuang are also found. Kurang umum Romanisasi dari Xuanzang termasuk Hhuen Kwan, Hiouen Thsang, Hiuen Tsiang, Hsien-Tsang, Hsyan-Tsang, Hsuan Chwang, Hsuan Tsiang, Hwen Thsang, Xuan Cang, Xuan Zang, Shuen Shang, Yuan Chang, Yuan Chwang, dan Yuen Chwang ,. Hsuan Huan, Huan dan Chuang juga ditemukan. In Korean, he is known as Hyeon Jang . Di Korea, ia dikenal sebagai Jang Hyeon. In Japanese, he is known as Genjō , or Genjō-sanzō (Xuanzang-sanzang). Di Jepang, ia dikenal sebagai Genjō, atau Genjō-Sanzo (Xuanzang-sanzang). In Vietnamese, he is known as Đường Tăng (Tang Buddhist monk), Đường Tam Tạng ("Tang Tripitaka" monk), Huyền Trang (the Han-Vietnamese name of Xuanzang )(nishant k) Di Vietnam, ia dikenal sebagai Đường Tang (Tang biksu Buddha), Đường Tam Tang ("Tang Tripitaka" biarawan), Huyền Trang (nama Vietnam yang-Han dari Xuanzang) (k Nishant)

Sānzàng (三藏) is the Chinese term for the Tripitaka scriptures, and in some English-language fiction he is addressed with this title. Sānzàng (三藏) adalah istilah Cina untuk Tripitaka tulisan suci, dan dalam beberapa bahasa fiksi Inggris ia ditangani dengan judul ini. 

Awal kehidupan

Feng Feilai grottos.jpg
History Sejarah
Silk Road Transmission Silk Road Transmisi
History of Chinese Buddhism Sejarah Buddhisme Cina
Major Figures Mayor Angka
KumārajīvaXuanzang KumarajivaXuanzang
HuiyuanZhiyiBodhidharma HuiyuanZhiyiBodhidharma
HuinengHsu Yun HuinengHsu Yun
Hsuan HuaNan Huaijin Hsuan HuaNan Huaijin
Traditions Tradisi
ChánTiantaiHuayan ChanTiantaiHuayan
Pure LandWeishiMizong Murni TanahWeishiMizong
Texts Teks
Chinese Buddhist canon Cina Buddha kanon
Taishō Tripiṭaka Taisho Tripitaka
Architecture Arsitektur
Buddhist Architecture in China Arsitektur Buddha di Cina
Sacred Mountains Pegunungan Suci
WutaiEmeiJiuhuaPutuo WutaiEmeiJiuhuaPutuo
Culture Budaya
Buddhist Association of China Asosiasi Buddha China
CuisineMartial artsDiyu MasakanSeni bela diriDiyu
v · d · e v · d · e
Xuanzang lahir dekat Luoyang , Henan tahun 602 sebagai Chén Hui atau Chen Yi (陈袆) dan meninggal 5 Februari 664 [1] di Yu Hua Gong (玉华宫). Xuanzang, whose lay name was Chen Hui, was born into a family noted for its erudition for generations. Xuanzang, yang awam bernama Chen Hui, dilahirkan ke dalam keluarga yang dikenal dengan pengetahuan untuk generasi. He was the youngest of four children. Ia adalah bungsu dari empat bersaudara. His great-grandfather was an official serving as a prefect; his grandfather was appointed as professor in the Imperial College at the capital. besar-Nya-kakek adalah pejabat menjabat sebagai Prefek; kakeknya ditunjuk sebagai profesor di Imperial College di ibukota. His father was a conservative Confucianist who gave up office and withdrew into seclusion to escape the political turmoil that gripped China at that time. Ayahnya adalah seorang konservatif Confucianist yang menyerah dan mengundurkan diri kantor mengasingkan diri untuk menghindari kekacauan politik yang mencengkeram China pada saat itu. According to traditional biographies, Xuanzang displayed a superb intelligence and earnestness, amazing his father by his careful observance of the Confucian rituals at the age of eight. Menurut biografi tradisional, Xuanzang ditampilkan kecerdasan yang luar biasa dan kesungguhan, ayah yang luar biasa oleh ketaatan hati-hati tentang ritual Konghucu pada usia delapan. Along with his brothers and sister, he received an early education from his father, who instructed him in classical works on filial piety and several other canonical treatises of orthodox Confucianism. Seiring dengan saudara-saudaranya dan adik, ia menerima pendidikan awal dari ayahnya, yang menyuruhnya dalam karya-karya klasik pada hao dan beberapa risalah kanonik lainnya ortodoks Konfusianisme.

Although his household in Chenhe Village of Goushi Town (緱氏 gou1), Luo Prefecture (洛州), Henan , was essentially Confucian, at a young age Xuanzang expressed interest in becoming a Buddhist monk as one of his elder brothers had done. Meskipun rumah tangga di Desa Chenhe dari Goushi Town (缑氏gou1), Luo Prefektur (洛州), Henan , pada dasarnya Konghucu, di usia muda Xuanzang menyatakan minatnya untuk menjadi seorang biarawan Buddha sebagai salah satu penatua saudara-saudaranya yang telah dilakukan. After the death of his father in 611, he lived with his older brother Chensu (later known as Changjie) for five years at Jingtu Monastery (淨土寺) in Luoyang , supported by the Sui Dynasty state. Setelah kematian ayahnya pada tahun 611, dia tinggal bersama kakaknya Chensu (kemudian dikenal sebagai Changjie) selama lima tahun di Jingtu Biara (净土寺) di Luoyang , didukung oleh Dinasti Sui negara. During this time he studied Mahayana Buddhism and various early Buddhist schools , preferring Mahayana. Selama waktu ini ia belajar Mahayana Buddhisme dan berbagai sekolah-sekolah Buddhis awal , lebih memilih Mahayana.

In 618, the Sui Dynasty collapsed and Xuanzang and his brother fled to Chang'an, which had been proclaimed as the capital of the Tang state, and thence southward to Chengdu , Sichuan . Pada 618, Dinasti Sui runtuh dan Xuanzang dan saudaranya melarikan diri ke Chang'an, yang telah dinyatakan sebagai ibukota Tang negara, dan dari situ ke selatan sampai Chengdu , Sichuan . Here the two brothers spent two or three years in further study in the monastery of Kong Hui , including the Abhidharmakosa -sastra (Abhidharma Storehouse Treatise). Di sini dua bersaudara menghabiskan dua atau tiga tahun dalam studi lebih lanjut di biara Kong Hui , termasuk Abhidharmakosa sastra-(Abhidharma Gudang Risalah). When Xuanzang requested to take Buddhist orders at the age of thirteen, the abbot Zheng Shanguo made an exception in his case because of his precocious knowledge. Ketika Xuanzang diminta untuk mengambil pesanan Buddha pada usia tiga belas, kepala biara Zheng Shanguo membuat pengecualian dalam hal karena pengetahuan dewasa sebelum waktunya nya.

Xuanzang was fully ordained as a monk in 622, at the age of twenty. Xuanzang sepenuhnya ditahbiskan sebagai biksu di 622, pada usia dua puluh. The myriad contradictions and discrepancies in the texts at that time prompted Xuanzang to decide to go to India and study in the cradle of Buddhism. Berbagai kontradiksi dan perbedaan dalam teks pada saat itu diminta Xuanzang memutuskan untuk pergi ke India dan belajar di tempat lahir agama Buddha. He subsequently left his brother and returned to Chang'an to study foreign languages and to continue his study of Buddhism. Ia kemudian meninggalkan saudaranya dan kembali ke Chang'an untuk mempelajari bahasa asing dan untuk melanjutkan studi tentang agama Buddha. He began his mastery of Sanskrit in 626, and probably also studied Tocharian . Dia mulai penguasaan tentang Sansekerta di 626, dan mungkin juga belajar Tocharian . During this time, Xuanzang also became interested in the metaphysical Yogacara school of Buddhism. Selama ini, Xuanzang juga menjadi tertarik dengan metafisik Yogacara sekolah agama Buddha.

Ziarah

Pada tahun 629, Xuanzang dilaporkan memiliki mimpi yang meyakinkan dia untuk perjalanan ke India. The Tang Dynasty and Eastern Türk Göktürks were waging war at the time; therefore Emperor Tang Taizong prohibited foreign travel. Para Dinasti Tang dan Timur Türk Göktürks yang berperang pada saat itu, sehingga Kaisar Tang Taizong dilarang bepergian ke luar negeri. Xuanzang persuaded some Buddhist guards at the gates of Yumen and slipped out of the empire via Liangzhou ( Gansu ), and Qinghai province. Xuanzang meyakinkan beberapa penjaga Buddha di gerbang Yumen dan menyelinap keluar dari kerajaan melalui Liangzhou ( Gansu ), dan Qinghai provinsi. He subsequently travelled across the Gobi Desert to Kumul (Hami), thence following the Tian Shan westward, arriving in Turpan in 630. Ia kemudian melakukan perjalanan melintasi Gurun Gobi untuk Kumul (Hami), sana mengikuti Tian Shan ke arah barat, tiba di Turpan di 630. Here he met the king of Turpan, a Buddhist who equipped him further for his travels with letters of introduction and valuables to serve as funds. Di sini ia bertemu dengan raja Turpan, seorang Buddhis yang dilengkapi dia lebih lanjut untuk perjalanan dengan surat pengantar dan barang berharga untuk melayani sebagai dana.

Moving further westward, Xuanzang escaped robbers to reach Yanqi , then toured the non-Mahayana monasteries of Kucha . Bergerak lebih lanjut ke barat, Xuanzang melarikan diri perampok untuk mencapai Yanqi , kemudian berkeliling-biara-biara Mahayana non Kucha . Further west he passed Aksu before turning northwest to cross the Tian Shan's Bedal Pass into modern Kyrgyzstan . Lebih ke barat lagi ia melewati Aksu sebelum berbalik barat laut untuk menyeberangi Tian Shan Bedal Pass ke modern Kyrgyzstan . He skirted Issyk Kul before visiting Tokmak on its northwest, and met the great Khan of the Western Türk, whose relationship to the Tang emperor was friendly at the time. Ia menyusuri Issyk Kul sebelum mengunjungi Tokmak di barat laut, dan bertemu dengan besar Khan dari Türk Barat, yang hubungan dengan Tang kaisar yang ramah pada saat itu. After a feast, Xuanzang continued west then southwest to Tashkent (Chach/Che-Shih), capital of modern day Uzbekistan . Setelah pesta, Xuanzang melanjutkan barat kemudian barat daya ke Tashkent (Chach / Che-Shih), ibukota modern Uzbekistan . From here, he crossed the desert further west to Samarkand . Dari sini, ia menyeberangi padang pasir lebih lanjut barat ke Samarkand . In Samarkand, which was under Persian influence, the party came across some abandoned Buddhist temples and Xuanzang impressed the local king with his preaching . Di Samarkand, yang berada di bawah Persia pengaruh, partai menemukan beberapa kuil Buddha ditinggalkan dan Xuanzang terkesan raja lokal dengan itu khotbah . Setting out again to the south, Xuanzang crossed a spur of the Pamirs and passed through the famous Iron Gates. Mengatur keluar lagi ke selatan, Xuanzang menyeberangi memacu dari Pamirs dan melewati Gerbang Besi terkenal. Continuing southward, he reached the Amu Darya and Termez , where he encountered a community of more than a thousand Buddhist monks. Melanjutkan ke arah selatan, ia mencapai Amu Darya dan Termez , di mana dia menemukan sebuah komunitas lebih dari seribu biksu Budha.

Further east he passed through Kunduz , where he stayed for some time to witness the funeral rites of Prince Tardu , who had been poisoned. Lebih jauh ke timur dia melewati Kunduz , di mana ia tinggal selama beberapa waktu untuk menyaksikan upacara pemakaman Pangeran Tardu , yang telah diracuni. Here he met the monk Dharmasimha , and on the advice of the late Tardu made the trip westward to Balkh (modern day Afghanistan ), to see the Buddhist sites and relics, especially the Nava Vihara , or Nawbahar, which he described as the westernmost monastic institution in the world. Di sini ia bertemu dengan biarawan Dharmasimha , dan atas saran dari almarhum Tardu membuat perjalanan ke arah barat untuk Balkh (modern Afganistan ), untuk melihat situs yang Buddha dan relik, khususnya Vihara Nava , atau Nawbahar, yang digambarkan sebagai monastik barat institusi di dunia. Here Xuanzang also found over 3,000 non-Mahayana monks, including Prajnakara , a monk with whom Xuanzang studied early Buddhist scriptures . Di sini Xuanzang juga menemukan lebih dari 3.000 biarawan non-Mahayana, termasuk Prajnakara , seorang biarawan dengan siapa Xuanzang mempelajari kitab suci Buddhis awal . He acquired the important Mahāvibhāṣa text here, which he later translated into Chinese. Ia memperoleh penting Mahāvibhāṣa teks di sini, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Cina. Prajnakara then accompanied the party southward to Bamyan , where Xuanzang met the king and saw tens of non-Mahayana monasteries, in addition to the two large Bamyan Buddhas carved out of the rockface. Prajnakara kemudian menemani partai ke selatan sampai Bamiyan , di mana Xuanzang bertemu dengan raja dan melihat puluhan biara non-Mahayana, selain dua besar Buddha Bamiyan diukir dari rockface tersebut. The party then resumed their travel eastward, crossing the Shibar Pass and descending to the regional capital of Kapisi (about 60 km north of modern Kabul ), which sported over 100 monasteries and 6,000 monks, mostly Mahayana . Partai ini kemudian dilanjutkan perjalanan mereka ke timur, menyeberangi Pass Shibar dan turun ke ibukota regional Kapisi (sekitar 60 km sebelah utara modern Kabul ), yang sported lebih dari 100 biara dan 6.000 biarawan, sebagian besar Mahayana . This was part of the fabled old land of Gandhara . Ini adalah bagian dari tanah lama dongeng dari Gandhara . Xuanzang took part in a religious debate here, and demonstrated his knowledge of many Buddhist schools. Xuanzang mengambil bagian dalam perdebatan agama di sini, dan menunjukkan pengetahuannya tentang sekolah Buddhis banyak. Here he also met the first Jains and Hindus of his journey. Di sini ia juga bertemu pertama Jain dan Hindu dari perjalanannya. He pushed on to Adinapur [ 2 ] (later named Jalalabad ) and Laghman , where he considered himself to have reached India. Dia mendorong ke Adinapur [2] (kemudian bernama Jalalabad ) dan Laghman , di mana ia menganggap dirinya telah mencapai India. The year was 630. Saat itu tahun 630.
An illustration of Xuanzang from Journey to the West and India, a fictional account of travels Sebuah ilustrasi Xuanzang dari Perjalanan ke Barat dan India, rekening fiktif perjalanan
In 629, Xuanzang reportedly had a dream that convinced him to journey to India.

India

Xuanzang meninggalkan Adinapur, yang rahib Buddha sedikit, tetapi banyak stupa dan biara. His travels (in the region of the present day Pakistan ) included, passing through Hunza and the Khyber Pass to the east, reaching the former capital of Gandhara , Purushapura ( Peshawar ), on the other side. perjalanan-Nya (di wilayah hari ini Pakistan ) disertakan, melewati Hunza dan Khyber Pass ke timur, mencapai mantan ibukota Gandhara , Purushapura ( Peshawar ), di sisi lain. Peshawar was nothing compared to its former glory, and Buddhism was declining in the region. Peshawar apa-apa dibandingkan dengan kejayaan, dan Buddha telah menurun di wilayah tersebut. Xuanzang visited a number of stupas around Peshawar, notably the Kanishka Stupa . Xuanzang mengunjungi beberapa stupa di sekitar Peshawar, khususnya Kanishka Stupa . This stupa was built just southeast of Peshawar, by a former king of the city. Stupa ini dibangun hanya tenggara Peshawar, oleh mantan raja kota. In 1908, it was rediscovered by DB Spooner with the help of Xuanzang's account. Pada tahun 1908, ditemukan kembali oleh DB Spooner dengan bantuan rekening Xuanzang.

Xuanzang left Peshawar and travelled northeast to the Swat Valley (the location of Oḍḍiyāna is disputed between Swat valley and Odisha ). Xuanzang meninggalkan Peshawar dan melakukan perjalanan ke timur laut Lembah Swat (lokasi Oḍḍiyāna adalah sengketa antara lembah Swat dan Odisha ). Reaching Oḍḍiyāna , he found 1,400 old monasteries, that had previously supported 18,000 monks. Mencapai Oḍḍiyāna , ia menemukan 1.400 biara tua, yang sebelumnya didukung 18.000 biksu. The remnant monks were of the Mahayana school. Para biarawan sisa adalah dari Mahayana sekolah. Xuanzang continued northward and into the Buner Valley , before doubling back via Shabaz Gharni to cross the Indus river at Hund . Xuanzang berlanjut ke utara dan masuk ke Lembah Buner , sebelum menggandakan kembali melalui Shabaz Gharni untuk menyeberangi sungai Indus di Hund . Thereafter he headed to Taxila , a Mahayana Buddhist kingdom that was a vassal of Kashmir , which is precisely where he headed next. Setelah itu ia pergi ke Taxila , sebuah Mahayana Buddha kerajaan yang merupakan pengikut Kashmir , yang tepat di mana ia menuju berikutnya. Here he found 5,000 more Buddhist monks in 100 monasteries. Di sini ia menemukan 5.000 lebih bhikkhu Buddha di 100 biara. Here he met a talented Mahayana monk and spent his next two years (631-633) studying Mahayana alongside other schools of Buddhism. Di sini ia bertemu dengan seorang berbakat Mahayana biarawan dan menghabiskan dua tahun berikutnya (631-633) mempelajari Mahayana bersama sekolah lain agama Buddha. During this time, Xuanzang writes about the Fourth Buddhist council that took place nearby, ca. Selama waktu ini, Xuanzang menulis tentang dewan Buddhis Keempat yang terjadi di dekatnya, ca. 100 AD, under the order of King Kanishka of Kushana . 100 AD, atas perintah Raja Kanishka dari Kushana . He visited Chiniot and Lahore in present day Pakistan as well and provided the earliest writings available on the ancient cities. Dia mengunjungi Chiniot dan Lahore di masa kini Pakistan juga dan memberikan tulisan-tulisan paling awal yang tersedia di kota-kota kuno.

In 633, Xuanzang left Kashmir and journeyed south to Chinabhukti , thought to be modern Firozpur in present day India , where he studied for a year with the monk-prince Vinitaprabha . Pada tahun 633, Xuanzang meninggalkan Kashmir dan berangkat ke selatan untuk Chinabhukti , dianggap modern Firozpur di masa kini India , dimana dia belajar selama satu tahun dengan pangeran-biksu Vinitaprabha .

In 634, he went east to Jalandhar in eastern Punjab , before climbing up to visit predominantly non-Mahayana monasteries in the Kulu valley and turning southward again to Bairat and then Mathura , on the Yamuna river . Pada 634, ia pergi ke timur ke Jalandhar di timur Punjab , sebelum mendaki untuk mengunjungi biara-biara non-Mahayana terutama di lembah Kulu dan berbalik arah selatan lagi untuk Bairat dan kemudian Mathura , di sungai Yamuna . Mathura had 2,000 monks of both major Buddhist branches, despite being Hindu-dominated. Mathura memiliki 2.000 biarawan dari kedua cabang Buddha utama, meskipun didominasi Hindu. Xuanzang travelled up the river to Srughna before crossing eastward to Matipura , where he arrived in 635, having crossed the river Ganges . Xuanzang melakukan perjalanan sungai untuk Srughna sebelum menyeberang ke timur untuk Matipura , di mana ia tiba di 635, setelah menyeberangi sungai Gangga . At Matipura Monastery, Xuanzang studied under Mitrasena. [ 3 ] From here, he headed south to Sankasya (Kapitha), said to be where Buddha descended from heaven, then onward to the northern Indian emperor Harsha 's grand capital of Kanyakubja (Kannauj). Pada Matipura Biara, Xuanzang belajar di bawah Mitrasena. [3] Dari sini, ia menuju selatan ke Sankasya (Kapitha), dikatakan mana Buddha turun dari langit, maka selanjutnya kepada kaisar India utara Harsha 'modal grand Kanyakubja (Kannauj) . It is believed he also visited Govishan present day Kashipur in the Harsha era, in 636, Xuanzang encountered 100 monasteries of 10,000 monks (both Mahayana and non-Mahayana), and was impressed by the king's patronage of both scholarship and Buddhism. Hal ini diyakini dia juga mengunjungi Govishan hari ini Kashipur di Harsha era, pada 636, Xuanzang ditemui 100 biara-biara 10.000 biarawan (baik Mahayana dan non-Mahayana), dan terkesan oleh raja patronase dari kedua beasiswa dan Buddhisme. Xuanzang spent time in the city studying early Buddhist scriptures, before setting off eastward again for Ayodhya (Saketa), homeland of the Yogacara school. Xuanzang menghabiskan waktu di kota mempelajari kitab suci Buddhis awal, sebelum berangkat ke timur lagi untuk Ayodhya (Saketa), tanah air dari Yogacara sekolah. Xuanzang now moved south to Kausambi (Kosam), where he had a copy made from an important local image of the Buddha. Xuanzang sekarang dipindahkan selatan ke Kausambi (Kosam), dimana dia memiliki sebuah salinan yang dibuat dari gambar lokal penting dari Buddha.

Xuanzang now returned northward to Sravasti , travelled through Terai in the southern part of modern Nepal (here he found deserted Buddhist monasteries) and thence to Kapilavastu , his last stop before Lumbini , the birthplace of Buddha . Xuanzang sekarang kembali ke utara sampai Sravasti , perjalanan melalui Terai di bagian selatan modern Nepal (di sini ia menemukan sepi biara Buddha) dan dari situ ke Kapilavastu , pemberhentian terakhir sebelum Lumbini , tempat kelahiran Buddha . Reaching Lumbini, he would have seen a pillar near the old Ashoka tree that Buddha is said to have been born under. Mencapai Lumbini, ia akan melihat sebuah pilar dekat pohon Ashoka tua yang Buddha dikatakan telah lahir di bawah. This was from the reign of emperor Ashoka , and records that he worshipped at the spot. Ini dari pemerintahan Kaisar Asoka , dan catatan bahwa dia menyembah di tempat. The pillar was rediscovered by A. Führer in 1895. pilar itu ditemukan kembali oleh A. Führer pada tahun 1895.

In 637, Xuanzang set out from Lumbini to Kusinagara , the site of Buddha's death, before heading southwest to the deer park at Sarnath where Buddha gave his first sermon, and where Xuanzang found 1,500 resident monks. Pada tahun 637, Xuanzang berangkat dari Lumbini ke Kusinagara , tempat kematian Buddha, sebelum menuju barat daya ke taman rusa di Sarnath mana Buddha memberikan khotbah pertama, dan di mana Xuanzang menemukan 1.500 biarawan penduduk. Travelling eastward, at first via Varanasi , Xuanzang reached Vaisali , Pataliputra ( Patna ) and Bodh Gaya . Perjalanan ke arah timur, pada awalnya melalui Varanasi , Xuanzang mencapai Vaisali , Pataliputra ( Patna ) dan Bodh Gaya . He was then accompanied by local monks to Nalanda , the great Buddhist university of Indian state of Bihar , where he spent at least the next two years. Ia kemudian didampingi oleh biarawan lokal untuk Nalanda , universitas Buddhis besar negara bagian India Bihar , di mana ia menghabiskan setidaknya dua tahun berikutnya. He was in the company of several thousand scholar-monks, whom he praised. Dia berada di perusahaan beberapa ribu biksu sarjana-, yang ia memuji. Xuanzang studied logic , grammar , Sanskrit , and the Yogacara school of Buddhism during his time at Nalanda. René Grousset notes that it was at Nalanda (where an "azure pool winds around the monasteries, adorned with the full-blown cups of the blue lotus; the dazzling red flowers of the lovely kanaka hang here and there, and outside groves of mango trees offer the inhabitants their dense and protective shade") that Xuanzang met the venerable Silabhadra, the monastery's superior. [ 4 ] Silabhadra had dreamt of Xuanzang's arrival and that it would help spread far and wide the Holy Law. [ 5 ] Grousset writes: "The Chinese pilgrim had finally found the omniscient master, the incomparable metaphysician who was to make known to him the ultimate secrets of the idealist systems...The founders of Mahayana idealism, Asanga and Vasubandhu ... Dignaga ...Dharmapala had in turn trained Silabhadra. Siladhadra was thus in a position to make available to the Sino-Japanese world the entire heritage of Buddhist idealism, and the Siddhi Hiuan Tsang's great philosophical treatise...is none other than the Summa of this doctrine, the fruit of seven centuries of Indian [Buddhist] thought." [ 6 ] Xuanzang mempelajari logika , tata bahasa , Sansekerta , dan Yogacara sekolah agama Buddha selama di Nalanda. Grousset René catatan bahwa itu di Nalanda (di mana "angin kolam biru di sekitar biara-biara, dihiasi dengan-blown cangkir penuh teratai biru ; bunga-bunga merah yang mempesona dari kanaka indah menggantung di sana-sini, dan rumpun di luar pohon mangga menawarkan penduduk padat dan pelindung naungan mereka ") yang Xuanzang memenuhi Silabhadra terhormat, biara unggul. [4] Silabhadra bermimpi's kedatangan Xuanzang dan bahwa hal itu akan membantu menyebar jauh dan luas UU Kudus. [5] Grousset menulis: "haji Cina akhirnya menemukan master mahatahu, para metafisika yang tak tertandingi untuk memberi tahu kepada dia rahasia utama dari sistem idealis ... Para pendiri idealisme Mahayana, Asanga dan Vasubandhu ... Dignaga ... Dharmapala yang pada gilirannya dilatih Silabhadra. Siladhadra demikian dalam posisi untuk membuat tersedia bagi dunia Sino-Jepang warisan seluruh idealisme Buddha, dan Siddhi Hiuan Tsang's risalah filosofis besar ... tidak lain dari Summa doktrin ini, buah dari tujuh abad dari India [Buddhis] berpikir. " [6]

From Nalanda, Xuanzang travelled through several countries, including Campā , to the capital of Pundravardhana , identified with modern Mahasthangarh , in Bangladesh . Dari Nalanda, Xuanzang melakukan perjalanan melalui beberapa negara, termasuk Campa , ke ibukota dari Pundravardhana , diidentifikasi dengan modern Mahasthangarh , di Bangladesh . There Xuanzang found 20 monasteries with over 3,000 monks studying both the Hinayana and the Mahayana. Ada Xuanzang menemukan 20 biara dengan lebih dari 3.000 biksu mempelajari baik Hinayana dan Mahayana. One of them was the Vāśibhã Monastery (Po Shi Po), where he found over 700 Mahayana monks from all over East India. [ 7 ] [ 8 ] He also visited a stupa originally built by Ashoka Somapura Mahavihara at Paharpur in the district of Naogaon ,Bangladesh. [ citation needed ] Salah satunya adalah Biara Vāśibhã (Shi Po Po), dimana ia menemukan lebih dari 700 biksu Mahayana dari seluruh East India. [7] [8] Ia juga mengunjungi sebuah stupa awalnya dibangun oleh Asoka Somapura Mahavihara di Paharpur di distrik Naogaon , Bangladesh. [ rujukan? ]

After crossing the Karatoya , he went east to the ancient city of Pragjyotishpur (modern Guwahati ) in the kingdom of Kamarupa (modern Assam) at the invitation of its Buddhist king Kumar Bhaskaravarman . Setelah melewati Karatoya , ia pergi ke timur ke kota kuno Pragjyotishpur (modern Guwahati ) dalam kerajaan Kamarupa (Assam modern) atas undangan Kumar yang Buddha raja Bhaskaravarman . Later, the king escorted Xuanzang back to the Kannauj at the request of king Harshavardhana , who was an ally of Kumar Bhaskaravarman, to attend a great Buddhist council there which was attended by both the kings. Kemudian, raja dikawal Xuanzang kembali ke Kannauj atas permintaan raja Harshavardhana , yang merupakan sekutu Kumar Bhaskaravarman, untuk menghadiri sebuah dewan Buddha besar di sana yang dihadiri oleh kedua raja-raja.

Xuanzang turned southward and travelled to Andhradesa to visit the famous Viharas at Amaravati and Nagarjunakonda . Xuanzang berbalik arah selatan dan melakukan perjalanan ke Andhradesa untuk mengunjungi vihara yang terkenal di Amaravati dan Nagarjunakonda . He stayed at Amaravati and studied 'Abhidhammapitakam'. Dia tinggal di Amaravati dan belajar 'Abhidhammapitakam'. He observed that there were many Viharas at Amaravati and some of them were deserted. Ia mengamati bahwa ada banyak vihara di Amaravati dan beberapa dari mereka sepi. He later proceeded to Kanchi , the imperial capital of Pallavas and a strong centre of Buddhism . Dia kemudian melanjutkan ke Kanchi , ibukota kekaisaran Pallavas dan pusat yang kuat dari Buddhisme .

Traveling through the Khyber Pass of the Hindu Kush , Xuanzang passed through Kashgar , Khotan , and Dunhuang on his way back to China. Traveling melalui Khyber Pass dari Hindu Kush , Xuanzang melewati Kashgar , Khotan , dan Dunhuang dalam perjalanan kembali ke Cina. He arrived in the capital, Chang'an, on the seventh day of the first month of 645, and a great procession celebrated his return. [ 9 ] Ia tiba di ibukota, Chang'an, pada hari ketujuh dari bulan pertama 645, dan prosesi besar dirayakan kembali. 

Kembali ke Cina

Setelah kembali ke Cina pada 645 AD, Xuanzang disambut dengan kehormatan banyak, tetapi ia menolak semua janji sipil tinggi yang ditawarkan oleh-kaisar masih berkuasa, Kaisar Tang Taizong . Instead, he retired to a monastery and devoted his energy to translating Buddhist texts until his death in AD 664. Sebaliknya, ia mengundurkan diri ke biara dan mencurahkan energi untuk menerjemahkan teks-teks Buddha sampai kematiannya pada 664 AD

Pengaruh-Nya di Cina agama Buddha

Selama perjalanannya, ia belajar dengan banyak guru Buddhis yang terkenal, terutama di pusat terkenal Buddha belajar di Universitas Nalanda . When he returned, he brought with him some 657 Sanskrit texts. Ketika ia kembali, ia membawa beberapa 657 Sansekerta teks. With the emperor's support, he set up a large translation bureau in Chang'an (present-day Xi'an ), drawing students and collaborators from all over East Asia . Dengan kaisar mendukung, ia mendirikan biro terjemahan besar di Chang'an (sekarang Xi'an ), menggambar mahasiswa dan kolaborator dari seluruh Asia Timur . He is credited with the translation of some 1,330 fascicles of scriptures into Chinese. Dia adalah dikreditkan dengan terjemahan dari beberapa 1.330 fasikula tulisan suci ke dalam bahasa Cina. His strongest personal interest in Buddhism was in the field of Yogācāra (瑜伽行派) or Consciousness-only (唯識). Minatnya pribadi terkuat dalam Buddhisme adalah di bidang Yogacara (瑜伽派行) atau Kesadaran-only (唯识).

The force of his own study, translation and commentary of the texts of these traditions initiated the development of the Faxiang school (法相宗) in East Asia. Kekuatan studi terjemahan, sendiri dan komentar dari teks-teks tradisi ini memprakarsai pengembangan Faxiang sekolah (法相宗) di Asia Timur. Although the school itself did not thrive for a long time, its theories regarding perception , consciousness , karma , rebirth , etc. found their way into the doctrines of other more successful schools. Meskipun sekolah itu sendiri tidak berkembang untuk waktu yang lama, teori-teori tentang persepsi , kesadaran , karma , kelahiran kembali , dll menemukan cara mereka ke dalam doktrin-doktrin sekolah lebih sukses lainnya. Xuanzang's closest and most eminent student was Kuiji (窺基) who became recognized as the first patriarch of the Faxiang school. terdekat dan paling terkemuka siswa Xuanzang Kuiji (窥基) yang menjadi dikenal sebagai patriark pertama dari sekolah Faxiang. Xuanzang's logic, as described by Kuiji, was often misunderstood by scholars of Chinese Buddhism because they lack the necessary background in Indian logic . Another important disciple was the Korean monk Woncheuk . Xuanzang's logika, seperti yang dijelaskan oleh Kuiji, sering disalahpahami oleh para ahli Buddhisme Cina karena mereka tidak memiliki latar belakang yang diperlukan dalam logika India . murid penting lainnya adalah Korea biarawan itu Woncheuk .

Xuanzang was known for his extensive but careful translations of Indian Buddhist texts to Chinese, which have enabled subsequent recoveries of lost Indian Buddhist texts from the translated Chinese copies. Xuanzang dikenal karena terjemahan-nya luas tapi hati-hati dari teks-teks Buddhis India ke Cina, yang telah memungkinkan pemulihan berikutnya hilang teks-teks Buddhis India dari salinan Cina diterjemahkan. He is credited with writing or compiling the Cheng Weishi Lun as a commentary on these texts. Dia dikreditkan dengan menulis atau menyusun Cheng Weishi Lun sebagai komentar pada teks-teks. His translation of the Heart Sutra became and remains the standard in all East Asian Buddhist sects. Terjemahannya dari Sutra Hati menjadi dan tetap menjadi standar di semua Asia Timur sekte Buddha. He also founded the short-lived but influential Faxiang school of Buddhism. Dia juga mendirikan singkat tapi berpengaruh Faxiang sekolah agama Buddha. Additionally, he was known for recording the events of the reign of the northern Indian emperor, Harsha . Selain itu, ia dikenal untuk merekam peristiwa masa pemerintahan Kaisar.

The Sutra Kesempurnaan Kebijaksanaan

Xuanzang returned to China with three copies of the Mahaprajnaparamita Sutra . [ 11 ] Xuanzang, with a team of disciple translators, commenced translating the voluminous work in 660 CE, using all three versions to ensure the integrity of the source documentation. [ 11 ] Xuanzang was being encouraged by a number of his disciple translators to render an abridged version. Xuanzang kembali ke Cina dengan tiga salinan dari Sutra Mahaprajnaparamita . [11] Xuanzang, dengan sebuah tim penerjemah murid, mulai menerjemahkan karya produktif di 660 CE, menggunakan semua tiga versi untuk memastikan integritas dari sumber dokumentasi. [11] Xuanzang sedang didorong oleh sejumlah penerjemah muridnya untuk membuat sebuah versi singkat. After a suite of dreams quickened his decision, Xuanzang determined to render an unabridged, complete volume, faithful to the original of 600 chapters. [ 12 ] Setelah suite mimpi mempercepat keputusannya, Xuanzang memutuskan untuk membuat sebuah lengkap, volume lengkap, setia kepada asli 600 bab. [12]
[ edit ] Autobiography and biography [ sunting ] Otobiografi dan biografi

In 646, under the Emperor's request, Xuanzang completed his book Great Tang Records on the Western Regions (大唐西域記), which has become one of the primary sources for the study of medieval Central Asia and India. Pada 646, di bawah Kaisar permintaan, Xuanzang menyelesaikan bukunya Great Tang Records di Kawasan Barat (大唐西域记), yang telah menjadi salah satu sumber utama untuk studi abad pertengahan Asia Tengah dan India. This book was first translated into French by the Sinologist Stanislas Julien in 1857. Buku ini pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis oleh ahli kebudayaan Cina Stanislas Julien pada tahun 1857.

There was also a biography of Xuanzang written by the monk Huili (慧立). Ada juga biografi Xuanzang yang ditulis oleh biarawan Huili (慧 立). Both books were first translated into English by Samuel Beal , in 1884 and 1911 respectively. [ 13 ] [ 14 ] An English translation with copious notes by Thomas Watters was edited by TW Rhys Davids and SW Bushell , and published posthumously in London in 1905. Kedua buku pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Samuel Beal , pada tahun 1884 dan 1911 masing-masing. [13] [14] Sebuah terjemahan bahasa Inggris dengan catatan berlebihan oleh Thomas Watters diedit oleh TW Rhys Davids dan SW Bushell , dan diterbitkan secara anumerta di London pada tahun 1905.

Legacy Nya
Xuanzang Temple in Taiwan Xuanzang Candi di Taiwan

Xuanzang's work, the Great Tang Records on the Western Regions , is the longest and most detailed account of the countries of Central and South Asia that has been bestowed upon posterity by a Chinese Buddhist pilgrim. adalah pekerjaan Xuanzang, Great Tang Records di Kawasan Barat, adalah dan paling rinci rekening terpanjang dari negara-negara Tengah dan Asia Selatan yang telah dianugerahkan kepada keturunan oleh peziarah Budha Cina. While his main purpose was to obtain Buddhist books and to receive instruction on Buddhism while in India, he ended up doing much more. Sedangkan tujuan utamanya adalah untuk memperoleh buku-buku Buddhis dan menerima pengajaran tentang ajaran Buddha, sementara di India, ia akhirnya berbuat banyak lagi. He has preserved the records of political and social aspects of the lands he visited. Dia telah diawetkan catatan aspek politik dan sosial dari tanah yang ia kunjungi.

His record of the places visited by him in Bengal — mainly Raktamrittika near Karnasuvarna , Pundranagara and its environs, Samatata and Tamralipti — have been very helpful in the recording of the archaeological history of Bengal. catatan-Nya dari tempat-tempat yang dikunjungi oleh dia di Benggala - terutama Raktamrittika dekat Karnasuvarna , Pundranagara dan sekitarnya, Samatata dan Tamralipti - telah sangat membantu dalam rekaman sejarah arkeologi Benggala. His account has also shed welcome light on the history of 7th century Bengal, especially the Gauda kingdom under Shashanka , although at times he can be quite partisan. Ceritanya juga menjelaskan menyambut tentang sejarah abad ke-7 Bengal, terutama Gauda kerajaan di bawah Shashanka , meskipun kadang-kadang ia bisa sangat partisan.

Xuanzang obtained and translated 657 Sanskrit Buddhist works. Xuanzang memperoleh dan diterjemahkan 657 karya Sansekerta Buddha. He received the best education on Buddhism he could find throughout India. Dia menerima pendidikan terbaik di Buddhisme dia bisa menemukan seluruh India. Much of this activity is detailed in the companion volume to Xiyu Ji, the Biography of Xuanzang written by Huili, entitled the Life of Xuanzang . Banyak dari kegiatan ini adalah rinci dalam volume pendamping untuk Xiyu Ji, maka Biografi Xuanzang yang ditulis oleh Huili, berjudul Life of Xuanzang .

His version of the Heart Sutra is the basis for all Chinese commentaries on the sutra, and recitations throughout China, Korea and Japan.  His style was, by Chinese standards, cumbersome and overly literal, and marked by scholarly innovations in terminology; usually, where another version by the earlier translator Kumārajīva exists, Kumārajīva's is more popular. versi-Nya dari Sutra Hati merupakan dasar untuk semua komentar Cina di sutra, dan bacaan di seluruh China, Korea dan Jepang. gaya Nya, menurut standar Cina, rumit dan terlalu literal, dan ditandai oleh inovasi ilmiah dalam terminologi; biasanya, dimana versi lain oleh penerjemah sebelumnya Kumarajiva ada, Kumarajiva adalah lebih populer.

Xuanzang's journey along the so-called Silk Road , and the legends that grew up around it, inspired the Ming novel Journey to the West , one of the great classics of Chinese literature . Teman perjalanan Xuanzang sepanjang apa yang disebut Jalur Sutera , dan legenda yang tumbuh di sekitarnya, menginspirasi Ming novel Perjalanan ke Barat , salah satu klasik besar sastra Cina . The Xuanzang of the novel is the reincarnation of a disciple of Gautama Buddha , and is protected on his journey by three powerful disciples. The Xuanzang dari novel adalah reinkarnasi dari seorang murid Gautama Buddha , dan dilindungi dalam perjalanan oleh tiga murid yang kuat. One of them, the monkey , was a popular favourite and profoundly influenced Chinese culture and contemporary Japanese manga and anime, (including the popular Dragon Ball and Saiyuki series'), and became well known in the West by Arthur Waley 's translation and later the cult TV series Monkey . Salah satu dari mereka, monyet , adalah favorit populer dan sangat dipengaruhi budaya Cina dan kontemporer Jepang manga dan anime, (termasuk yang populer Dragon Ball dan Saiyuki seri '), dan menjadi terkenal di Barat oleh Arthur Waley 'terjemahan dan kemudian TV kultus seri Monkey .

In the Yuan Dynasty , there was also a play by Wu Changling (吳昌齡) about Xuanzang obtaining scriptures. Dalam Dinasti Yuan , ada juga bermain dengan Wu Changling (吴昌龄) tentang Xuanzang memperoleh suci.

Peninggalan

A skull relic purported to be that of Xuanzang was held in the Temple of Great Compassion , Tianjin until 1956 when it was taken to Nalanda - allegedly by the Dalai Lama - and presented to India . Sebuah peninggalan tengkorak konon adalah bahwa dari Xuanzang diadakan di Kuil Kasih Sayang , Tianjin sampai 1956 ketika dibawa ke Nalanda - diduga oleh Dalai Lama - dan disajikan kepada India . The relic is now in the Patna museum. peninggalan sekarang di Patna museum. The Wenshu Monastery in Chengdu , Sichuan province also claims to have part of Xuanzang's skull. Para Biara Wenshu di Chengdu , Sichuan provinsi juga mengklaim memiliki bagian dari itu tengkorak Xuanzang.

Part of Xuanzang's remains were taken from Nanjing by soldiers of the Imperial Japanese Army in 1942, and are now enshrined at Yakushi-ji in Nara , Japan. Bagian dari Xuanzang's tetap diambil dari Nanjing oleh tentara dari Tentara Kekaisaran Jepang pada tahun 1942, dan kini diabadikan di Yakushi-ji di Nara , Jepang

Recent Posts

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More